Menunaikanibadah puasa dalam bulan Ramadhan, bukan hanya sekedar tidak minum dan tidak makan pada siang hari. Tapi juga mempuasakan anggota tubuh serta mengendalikan hawa napsu."Jika hanya sekedar tidak minum dan tidak makan pada siang hari, tapi ti Berpuasabukan hanya tidak makan dan minum, melainkan keimanan yang harus dipupuk dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik. " Dalam Ramadan kita menahan hawa nafsu bukan cuma menahan lapar haus. Tapi tingkatkan tadarus, tarawihnya dengan sodakahnya," kata ustaz Erick Yusuf di Dream Camp Virtual 2021, yang didukung Emeron Hijab Shampoo, Namun bukan puasa yang hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja. Saum mengajarkan mukmin untuk menyeimbangkan ibadah lahir dan batin. Tidak sekedar menahan lapar dan dahaga, orang berpuasa juga harus mensaumkan anggota tubuh yang lainnya. Lisannya harus dijaga dari melakukan gibah dan fitnah. Matanya harus dijaga dari melihat keburukan. SulutlinkCom, Tondano - Umat muslim dikabupaten Minahasa dihimbau agar menjalankan ibadah puasa hendaknya dilakukan dengan tulus dan iklas, sehingga lewat ibadah puasa ini umat mampu meningkatkan keimanan. Dikatakan Bupati Minahasa Jantje W.Sajow bahwa Ibadah puasa bukan sekedar perintah agama yang wajib dijalankan oleh umat muslim, namun hendaknya melalui ibadah puasa iman jamaah makin lirik maula ya sholli wasallim daiman abada. loading...Syaikh Abdul Qadir membagi makna puasa menjadi dua pengertian. Pertama, puasa secara syariat. Kedua, puasa dalam arti menahan secara mutlak dan menolak total apa pun selain-Nya. Foto/Ilustrasi SINDOnews Kaum sufi tidak pernah berhenti pada apa yang tampak. Mereka akan berusaha menyelami segala hal di dunia ini untuk menemukan mutiara’ indah yang bersembunyi di baliknya. Begitu juga dengan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani . Sebagai figur yang dikenang menjadi pemimpin para sufi, ia terlihat memaknai puasa melalui kacamata kaum sufi. Makna puasa menurut Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani bisa kita lihat dalam penafsiran QS Al Baqarah [2] 183يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”Dalam tafsirnya Tafsir Al-Jailani, ketika memaknai puasa , Syaikh Abdul Qadir memulainya dari sudut pandang fiqih/syariat, yaitu menahan diri dari hal-hal tertentu hal-hal yang bisa membatalkan puasa terhitung sejak terbitnya fajar shadiq imsak sampai terbenamnya matahari maghrib. Pemaknaan ini merupakan arti sempit dari puasa, yang dalam penafsiran Syaikh Abdul Qadir diistilahkan dengan al-imsak al-makhsus. Baca Juga Apa yang menarik adalah pada penjelasan berikutnya, tepatnya pada frasa al-imsak al-mutlaq wa al-irad al-kulliy amma siwa al-Haq. Menurut Syaikh Abdul Qadir, puasa juga berarti menahan secara mutlak dan menolak secara total dari apapun selain al-Haq. Puasa jenis ini adalah puasanya orang-orang yang akalnya bersih, yakin dan telah mencapai kasyf atas hakikat dengan semampunya. Apa yang dimaksud dengan term al-Haq di sini adalah Allah SWT. Sebab, dalam dunia tasawuf, kata al-Haq selalu dirujukkan kepada Dia yang Maha Syaikh Abdul Qadir membagi makna puasa menjadi dua pengertian. Pertama, puasa secara syariat al-imsak al-makhsus. Makna puasa yang pertama ini sesuai dengan arti puasa secara umum, yaitu menahan diri dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa makan, minum dan lain-lain. Puasa pertama ini bisa kita sebut dengan puasa jasmani. Kedua, puasa dalam arti menahan secara mutlak dan menolak total apa pun selain-Nya al-imsak al-mutlaq wa al-irad al-kulliy amma siwa al-Haq. Puasa dalam pengertian kedua ini bisa juga kita istilahkan dengan puasa Syaikh Abdul Qadir terhadap puasa jenis kedua di atas hampir sama dengan penjelasan Imam Al-Ghazali . Menurut Hujjatul Islam ini dalam Bidayatul Hidayah, puasa semestinya disempurnakan dengan menjaga anggota tubuh dhahir dan batin dari hal-hal yang dibenci Allah SWT. Seperti menjaga mata dari pandangan-pandangan kotor, menjaga lisan dari pembicaraan yang tidak bermanfaat, menjaga telinga dari apapun yang dilarang hingga menjaga hati. Baca Juga Adab PuasaSufi ternama Syaikh Abu Nashr al-Sarraj mengatakan bahwa sahnya puasa dan baiknya adab seseorang dalam berpuasa sangat bergantung pada sah benarnya tujuan seseorang, menghindari kesenangan nafsu syahwatnya, menjaga anggota badannya, bersih makanannya, menjaga hatinya, selalu mengingat Allah, tidak memikirkan rezeki yang telah dijamin Allah, tidak melihat puasa yang ia lakukan, takut atas tindakannya yang ceroboh dan memohon bantuan kepada Allah untuk bisa menunaikan puasanya. Maka inilah adab orang yang Imam Ghazali berkata, “Adab-adab berpuasa yaitu mengatur pola makan, meninggalkan perdebatan, menjauhi ghibah, menolak kebohongan, meninggalkan keburukan, menjaga anggota tubuh dari hal-hal yang kurang baik.”Di dalam kitab al-Luma fi al-Tarikh al-Tasawuf al-Islami, Syekh Abu Nashr al-Sarraj mengkisahkan bahwa Sahl bin Abdullah al-Tustari makan hanya sekali saja pada setiap lima belas hari di luar Ramadhan. Jika bulan Ramadhan tiba, maka ia hanya makan sekali dalam satu bulan. Kemudian saya Sahl al-Tustari menanyakan hal tersebut kepada sebagian guru-guru sufi. Maka ia menjawab, "Setiap malam ia hanya berbuka dengan air putih saja”. Baca Juga Tingkatan PuasaDi sisi lain, Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin membagi tiga tingkatan puasa yaitu puasa umum, puasa khusus, dan puasa paling dimaksud puasa umum ialah menahan perut dan kemaluan dari memenuhi kebutuhan syahwat. Puasa khusus ialah menahan telinga, pendengaran, lidah, tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh dari dosa. Memasuki bulan Ramadan, adalah sesuatu yang bermakna dan berharga bagi seluruh umat Islam. Baik yang berada di utara ataupun di selatan, sebelah timur mahupun di sebelah barat, seluruh umat Islam pasti akan melahirkan rasa gembira, syukur dan seronok dengan kedatangan bulan yang penuh kemuliaan ini. Satu sudut yang lain, barangkali ada juga sebahagian besar sahabat handai, rakan taulan ataupun jiran tetangga yang bukan beragama Islam pasti tertanya-tanya dan kehairanan melihat keghairahan orang Islam menyambut puasa walhal ibadah puasa, dilarang sama sekali daripada perbuatan makan dan minum di siang hari. Mungkin juga timbul persoalan apakah Tuhan itu kejam sehingga perlu menyekat orang Islam daripada makan dan minum. Terlebih dahulu kita harus ketahui bahawa ibadah puasa bukanlah perkara baharu dalam kehidupan. Sama ada orang itu Islam ataupun tidak, ia bukanlah ibadah baru dalam kehidupan beragama. Sebelum ini, mereka yang mendahului kita juga pernah berpuasa menahan lapar dan dahaga. Bahkan dalam beberapa ajaran agama lain seperti Hindu, Buddha, Kristian, terkandung dalamnya perintah berpuasa. Hal ini seperti yang disebut oleh Allah SWT dalam Surah al-Baqarah ayat 183 yang bermaksud “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan ke atas orang-orang yang terdahulu daripada kamu, mudah-mudahan kamu menjadi orang-orang yang bertakwa.” Berdasarkan ayat ini, jelas menceritakan kepada kita bahawa ibadah puasa bukanlah suatu yang baharu bahkan telah menjadi amalan dan ibadah orang dahulu lagi. Maka, tidak hairanlah jika selain Islam, terdapat juga agama-agama lain yang mensyariatkan puasa mengikut aturan agama masing-masing. Apabila ditanya, apakah yang membuatkan orang Islam kuat dan mampu menahan lapar dan dahaga di siang hari, sedangkan makan dan minum itu satu keperluan untuk hidup? Jawapan pertamanya adalah kerana keimanan dan ketakwaan yang menjadikan orang Islam kuat dan mampu menahan lapar dan dahaga. Bagi orang Islam, ibadah puasa bukanlah kerana semata-mata untuk menahan diri daripada makan dan minum di siang hari, sebaliknya ia lambang ketaatan orang Islam mematuhi arahan Tuhan yang lebih mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Untuk itu, apa sahaja titah perintah Allah Azzawajalla, orang Islam taat dan patuh akannya kerana keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhan yang Maha Pencipta. Sekiranya berpuasa hanya sekadar menahan makan dan minum, semua orang boleh melakukannya, tetapi bezanya, keimanan dan ketakwaan seseorang terhadap Allah SWT. Maka apa sahaja tawaran dan ganjaran pahala yang telah dijanjikan oleh Allah pada bulan Ramadan, orang Islam akan menuruti jalan tersebut dengan berpuasa bersungguh-sungguh dan penuh beriman. Sepertimana yang disebutkan oleh baginda Nabi SAW dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim, sabda Nabi SAW yang bermaksud “Sesiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala ihtisaba, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Menurut Imam al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqalani, maksud keimanan di situ ialah keyakinan dirinya akan soal syariat kewajiban berpuasa padanya dan ihtisaba’ bermaksud meminta pahala daripada Allah Azzawajalla. Sementara itu, Imam Khattabi pula berpandangan ihtisab’ itu adalah azimah, iaitu dia berpuasa dengan berharap pahalanya dengan memperhatikan kebaikan bagi dirinya tanpa memberatkan pada puasanya dan tidak pula memanjangkan hari-harinya. Pada bulan Ramadan, tidaklah sekadar untuk orang Islam menahan lapar dan dahaga di siang hari semata-mata, sebaliknya Ramadan dimuliakan oleh Allah SWT kerana pada bulan inilah diturunkan al-Quran yang berisi panduan kehidupan untuk seluruh makhluk yang bergelar insan. Hal ini seperti firman-Nya dalam Surah al-Baqarah ayat 185 yang bermaksud “Bulan Ramadan yang padanya diturunkan al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan menjelaskan perbezaan antara yang benar dan yang salah…” Ramadan juga adalah bulan untuk melatih manusia menjadi hamba yang lebih bertakwa kepada-Nya dengan memperbanyakkan amalan soleh menurut panduan wahyu al-Quran dan Sunnah serta mengikhlaskan diri kerana Allah. Barangkali di luar bulan Ramadan, sering kali kita bercakap dusta, berbicara hal-hal yang tidak elok, maka Ramadan menjadi pusat melatih diri manusia meninggalkan perkara yang sia-sia. Sabda Nabi SAW dalam sebuah hadis riwayat Bukhari yang bermaksud “Sesiapa yang tidak meninggalkan perkataan keji dusta serta mengamalkannya, maka Allah tidak berhajat orang itu meninggalkan makan dan minumnya puasa.” Dalam hadis yang lain, daripada Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda yang bermaksud “Puasa bukanlah hanya menahan diri daripada makan dan minum sahaja, akan tetapi puasa adalah dengan menahan diri daripada perkataan yang melalaikan dan lucah.” Al-Targhib wa al-Tarhib Demikianlah beberapa tujuan sebenar pensyariatan ibadah puasa pada bulan Ramadan yang mungkin dianggap sekadar menahan makan dan minum sahaja. Sebaliknya lebih besar dan lebih utama daripada itu ialah nilai keimanan dan ketakwaan, kepatuhan dan ketaatan diri sebagai hamba-Nya yang telah menciptakan kita. Akhirnya, destinasi ibadah puasa pada bulan Ramadan ini ialah menuju ke arah menjadi hamba-Nya yang lebih bertakwa, tidak sekadar berlapar dan dahaga. Sebuah hadis riwayat Ibnu Majah, sabda Nabi SAW yang bermaksud “Boleh jadi orang yang berpuasa itu tidak mendapat apa-apa daripada puasanya melainkan lapar dan boleh jadi orang yang berqiam itu tidak dapat apa-apa daripada qiamnya melainkan hanya berjaga malam.” Oleh itu, bulan Ramadan bukan semata-mata bulan umat Islam menahan lapar dan dahaga, bahkan sebaliknya menjadi medan bertempur melatih diri menjadi hamba Allah yang lebih bertakwa kepada-Nya. Semoga Allah mengampuni kita semua. Muhammad Faidhi Azis Pegawai Masjid dan Guru Takmir JAIPs Kita semua wajib mengetahui juga bahwa hakikat puasa adalah tidak hanya sekedar meninggalkan makan dan minum, akan tetapi Allah telah mensyari’atkan ibadah puasa ini untuk menghasilkan ketaqwaan. Oleh karenanya puasa yang benar adalah puasa dari kemaksiatan dengan meninggalkannya, menjauhinya, menahan diri tidak melakukannya, ini merupakan puasa hati tidak hanya puasa fisik saja. Makna umum dan khusus dari hadits telah menunjukkan apa yang telah kami sampaikan, demikian juga bahwa pendapat para ulama juga telah menjelaskannya. Dari Abu Hurairah –radhiyallahu anhu- berkata “Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ رواه البخاري 1804 “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya”. HR. Bukhari 1804 Dalam hadits lainnya disebutkan Dari Abu Hurairah –radhiyallahu anhu- berkata “Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ رواه أحمد، رقم 8693 “Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan dari puasanya rasa lapar dan haus saja, dan berapa banyak orang yang melakukan qiyamullail hanya mendapatkan dari qiyamullailnya terjaga begadang saja.” HR. Ahmad 8693 Para sahabat dan genarasi terdahulu dari umat ini mereka telah bersemangat untuk menjadikan puasa mereka menjadi pensuci diri dan fisik mereka, dan menjadi pembersih dari maksiat dan dosa. Umar bin Khattab –radhiyallahu anhu- telah berkata “Puasa itu tidak hanya dari makan dan minum saja , akan tetapi juga puasa dari kedustaan, kebatilan dan kesia-siaan”. Jabir bin Abdillah Al Anshori berkata “Jika kamu berpuasa, maka hendaklah berpuasa juga pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari kedustaan dan dosa. Dan jauhilah menyakiti pembantu, jadikanlah hari berpuasamu penuh ketundukan dan ketenangan, dan janganlah kamu jadikan hari fitri dan hari puasamu sama saja”. Dari Hafshah binti Sirin –beliau adalah wanita alim dari kalangan tabiin- berkata “Puasa itu laksana benteng, selama pelakunya tidak merusaknya, dan perusaknya adalah ghibah”. Dari Maimun bin Mahran berkata “Puasa yang paling mudah adalah meninggalkan makanan dan minuman”. Setelah ini kami tidak heran kalau ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa puasa orang yang terjerumus ke dalam kemaksiatan adalah batal, meskipun pendapat yang benar adalah tidak membatalkan puasa, namun bisa dipastikan ketidaksempurnaan puasanya dan menyimpang dari hakekat puasanya. Al Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata “Ghibah itu membahayakan puasa. Telah dikisahkan dari Aisyah dan menjadi pendapat Imam Auza’i juga berakata “Sungguh ghibah itu membatalkan puasa, dan wajib mengqadha puasa pada hari tersebut.” Sampai-sampai seorang sufi demi menjaga puasanya secara keras dia berkata kepada muridnya “Setiap maksiat yang sengaja dilakukan oleh orang yang berpuasa membatalkan puasanya jika dia mengingat puasanya, baik berupa perbuatan maupun perkataan; berdasarkan keumuman sabda Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- فلا يرفث ولا يجهل “Tidak ada perkataan kotor dan bodoh”. Dan berdasarkan sabda Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- lainnya مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh jika dia meninggalkan makan dan minumnya”. Fathul Baari 4/104 Salafus sholeh –rahimahullah- berkata “Adapun hal-hal yang diwajibkan kepada kita untuk berpuasa adalah –bisa jadi kalian akan merasa aneh jika saya mengatakan- “Sungguh yang diwajibkan kepada kita untuk berpuasa darinya adalah puasa dari kemaksiatan, manusia wajib berpuasa dari seluruh kemaksiatan; karena inilah yang menjadi tujuan awal berpuasa, berdasarkan firman Allah –Tabaraka wa Ta’ala- يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ سورة البقرة 183 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. QS. Al Baqarah 183 Dia Allah tidak mengatakan “Agar kalian merasa lapar !”, atau “Agar kalian merasa haus !”, atau “Agar kalian menahan diri dari menggauli istri !”, tidak; Dia berkata “Agar kalian bertakwa”. Inilah tujuan utama dari puasa, Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- telah merealisasikan hal itu dan menguatkan dengan sabdanya من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh jika dia meninggalkan makan dan minumnya”. Jadi, bahwa manusia berpuasa dari kemaksiatan kepada Allah –azza wa jalla- merupakan puasa yang sebenarnya, adapun puasa yang dzahir adalah puasa dari semua yang membatalkan puasa. Menahan diri dari semua yang membatalkan puasa dalam rangka beribadah kepada Allah dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari, berdasarkan firman-Nya فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْل سورة البقرة 187 “Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam”. QS. Al Baqarah 187 Inilah puasa yang kami katakan sebagai puasa zahir fisik, puasanya tubuh saja. Adapun puasanya hati adalah tujuan yang utama yaitu puasa dari seluruh kemaksiatan kepada Allah –Azza wa Jalla-. Atas dasar inilah maka, barangsiapa yang berpuasa dengan puasa zahir fisik saja, namun dia tidak berpuasa hati, maka puasanya sangat kurang. Kami tidak mengatakan puasanya batal, akan tetapi yang kami katakan puasanya kurang, sebagaimana yang kami katakan tentang shalat. Tujuan dari shalat adalah khusyu’ dan merasa hina di hadapan Allah –Azza wa Jalla-, shalatnya hati sebelum shalatnya fisik. Namun jika seseorang shalat dengan fisiknya dan belum shalat dengan hatinya, seperti halnya jika hatinya berada di mana-mana, maka shalatnya sangat kurang, akan tetapi tetap sah secara zahir, sah tapi sangat kurang. Demikian juga berpuasa sangat kurang jika seseorang tidak berpuasa dari bermaksiat kepada Allah, akan tetapi tetap sah; karena ibadah di dunia dinilai secara zahir saja”. Jakarta Hakikat puasa sering dikaitkan dengan menahan lapar dan haus dari terbit fajar hingga tenggelamnya. Namun jauh dari itu, hakikat puasa memiliki makna luas bagi umat Muslim yang menjalaninya. Puasa tak hanya dapat dilakukan saat bulan Ramadan, melainkan di bulan lain yang disunahkan. Hakikat puasa sudah sepatutnya dipahami bagi umat muslim yang sudah memenuhi syarat berpuasa. Niat dan Doa Buka Puasa Ramadan, Dilengkapi Hadits yang Menjelaskan Pahala Puasa Ramadan yang Perlu Diketahui untuk Dapatkan Kemuliaannya Kenapa Ada Istilah Ngabuburit Saat Bulan Puasa? Dengan memahami hakikat puasa, seseorang akan dengan ikhlas dan mengetahui tujuannya dalam berpuasa. Selain itu dengan mengetahui hakikat berpuasa, seseorang akan senantiasa menaati rukun dan sunah puasa sehingga puasanya dapat diterima di mata Allah SWT. Jika kamu ingin memahami lebih hakikat puasa, simak ulasannya seperti rangkum dari berbagai sumber, Selasa 7/5/2019.Hakikat Puasa Sesuai AlquranIlustrasi Al-qur'an sumber PixabayHakikat puasa tertuang dalam perintah berpuasa di surat Al Baqarah ayat 183 yang berbunyi يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ Artinya Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. Surat Al Baqarah ayat 183 ini mengandung banyak makna dan pelajaran mengenai pelaksanaan puasa Ramadan. Hakikat puasa pada ayat ini menjelaskan bahwa tiap orang-orang yang beriman diwajibkan untuk berpuasa semata-mata hanya untuk bertakwa pada Puasa Tak Hanya Sebatas Menahan NafsuIlustrasi buka puasa dengan kurma sumber iStockDilansir dari NU Online, Imam Ghazali mengemukakan pendapatnya mengenai hakikat puasa. Menurutnya menjaga nafsu dan syahwat memang sudah cukup bagi ulama fiqh untuk memenuhi syarat sah puasa. Namun ulama ahli hikmah memaknai sahnya puasa lebih dari itu. Puasa yang sah adalah puasa yang diterima. Puasa yang diterima adalah puasa yang maksudnya tercapai. Maksud dari pencapaian puasa adalah dengan berakhlak terbaik, akhlak malaikat, akhlak para nabi, terutama Nabi Muhammad SAW. Sejalan dengan makna ini ada sebuah hadits dimana Rasulullah SAW bersabda “Lima hal ini bisa membuat puasa seseorang tidak sah berbohong, menggunjing, mengadu domba, sumpah palsu, dan melihat dengan syahwat.” Dalam hadis ini berkaitan dengan hakikat puasa untuk membentuk akhlak mulia. Jika seseorang telah melakukan puasa dengan sah, maka ketika ia menghadapi orang lain yang mengajaknya bercekcok atau sekedar menghinanya, ia hanya akan mengatakan pada dirinya “aku sedang berpuasa”. Selanjutnya, ia akan menunjukkan akhlak mulia pada orang PuasaIlustrasi Puasa Ramadan iStockphotoImam Al Ghazali juga mengingatkan tentang hadis-hadis yang menunjukkan betapa Allah memperlakukan puasa secara spesial. Dalam beberapa versi hadis dikatakan bahwa puasa adalah tameng, dan puasa adalah milik Allah sendiri, serta Allah sendiri lah yang nanti akan secara langsung membalasnya. Dijelaskan pula oleh Imam Al Ghazali bahwa Allah telah menyediakan satu tempat khusus di surga, yang pintunya bertuliskan Al-Rayyan kesegaran, kedamaian dan hanya bisa dimasuki oleh mereka yang ahli berpuasa. Setelah semua ahli berpuasa telah masuk, pintu itu akan tertutup, dikunci, dan tidak membiarkan selain orang yang ahli berpuasa Puasa RamadanYuk, intip 5 menu buka puasa yang mampu mengembalikan kebugaran tubuh ini!Dalam sebuah hadis, Rasulullah mengungkapkan “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151 Makna dari hadis di atas adalah Rasulullah mengatakan bahwa setiap amalan kebaikan manusia akan dilipat gandakan pahalanya 10 kali lipat bahkan hingga 700 kali lipat. Namun, hal ini berbeda dengan amalan puasa. Pahala dalam puasa tidak dilipat gandakan dengan cara tersebut. Melainkan, pahala pada orang yang berpuasa akan dilipatgandakan menjadi tak terhingga oleh Allah. Hal ini karena, dalam berpuasa manusia berusaha untuk meninggalkan segalah syahwat karena Allah semata. Allah juga begitu memuliakan orang yang berpuasa sehingga diibaratkan bau mulut orang yang berpuasa lebih harum dari bau minyak kasturi. Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah di Lathaif Al-Ma’arif mengatakan, “Sebagaimana pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak Islam.” Pahala puasa Ramadan akan lebih berlipat karena bulan ramadhan adalah bulan yang paling mulia. Selain itu Puasa Ramadan juga merupakan puasa yang diwajibkan oleh Allah. Maka dari itu, siapa saja yang menjalankan puasa Ramadan akan mendapatkan pahala yang berlimpah.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. Selama bulan Ramadan umat muslim diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa. Lalu, bagaimana caranya menahan lapar saat puasa hingga magrib tiba? Terkadang rasa lapar suka menyerang ketika memasuki tengah hari atau bahkan di pagi hari. Lantas bagaimana caranya agar dapat menahan lapar saat puasa? Tenang saja, berikut Glints akan memberikan tips-tipsnya. 1. Pilih menu sahur yang tepat Tips pertama agar kamu kuat menahan lapar ketika berpuasa adalah dengan memilih menu sahur yang tepat. Pasalnya, kondisi perutmu saat berpuasa seharian ditentukan oleh asupan makananmu ketika sahur. Pastikan untuk memilih menu sahur yang tepat supaya perut tidak terlalu cepat lapar saat berpuasa. Salah satu menu yang direkomendasikan saat sahur adalah menu karbohidrat kompleks. Sebagai contoh, kamu bisa memilih menu sahur seperti roti gandum, oatmeal, beras merah, dan sebagainya. Sebisa mungkin hindari menu sahur seperti mi instan dan bubur ayam karena makanan tersebut hanya memberikan rasa kenyang sementara. 2. Minum air putih secukupnya Cara lain agar tetap menahan lapar saat puasa adalah dengan mencukupi kebutuhan cairan saat sahur. Hal ini penting untuk diperhatikan karena selain menahan lapar, mencukupi kebutuhan cairan juga menjauhkan diri dari dehidrasi saat puasa. Dilansir dari Dummies, metode paling sederhana untuk mengatasi rasa lapar adalah dengan mengonsumsi cairan secukupnya, terutama air putih. Usahakan minum air putih secukupnya sesuai kebutuhan cairan dalam dirimu ketika sahur. Sering kali, rasa lapar memang didasari oleh rasa haus. Dengan begitu, salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan meminum air putih. 3. Tetap produktif Walaupun menjalani ibadah puasa, jangan sampai kamu bermalas-malasan saja, terlebih bagi kamu yang sedang bekerja di bulan puasa. Tetap jaga produktivitas kerja saat di bulan Ramadan. Sebab, dengan melakukan hal yang produktif, kamu dapat mengalihkan perhatianmu dari rasa lapar saat berpuasa. Meskipun demikian, jangan sampai kamu melakukan aktivitas secara berlebihan. Bila badan mulai merasa lemas, jangan sungkan ambil waktu untuk rehat sejenak. 4. Tidur yang cukup Selama bulan puasa jangan lupa untuk mengatur pola tidur yang baik. Jangan sampai terlalu banyak atau justru kurang tidur. Sebisa mungkin pada malam hari jangan sampai begadang. Sebab, kamu harus bangun pagi untuk melaksanakan sahur. Di siang harinya kamu bisa mengambil tidur siang sebentar setelah salat zuhur. Jangan terlalu lama karena bisa mengakibatkan rasa pusing. Dilansir dari Productive Muslim, menjaga kualitas tidur saat berpuasa merupakan hal yang penting agar tetap kuat menjalani puasa. 5. Melakukan meditasi Hal berikutnya yang dapat kamu lakukan guna menahan lapar saat puasa adalah melakukan meditasi. Pada dasarnya, meditasi memang tidak mudah untuk dilakukan. Akan tetapi, inisiatif ini sangatlah efektif untuk menghilangkan lapar saat berpuasa. Pasalnya, ketika sedang bermeditasi, pikiran menjadi bisa lebih jernih dan tenang. Hasilnya, kamu takkan terlalu memikirkan rasa lapar tersebut. Selain itu, meditasi juga dapat menjadi cara untuk mengelola stres. Stres sendiri merupakan salah satu pemicu kita untuk makan lebih banyak. 6. Lakukan hobi dan hal-hal yang diminati Melakukan hobi dan hal-hal yang diminati dapat menjadi cara untuk menahan lapar saat puasa. Hal ini sejatinya dapat berbeda bagi setiap orang, seperti membaca buku, mendengarkan musik, hingga berolahraga. Namun, satu hal yang pasti adalah bahwa melakukan hobi dapat membuatmu lupa pada lapar dan haus yang dirasakan. Tak hanya itu, melakukan hobi juga dapat membuat badan dan psikismu di bulan Ramadan menjadi lebih bugar. 7. Luruskan kembali niat berpuasa Cara lain agar dapat menahan lapar saat puasa adalah dengan meluruskan kembali niatmu untuk berpuasa. Dengan mengingat niat awal berpuasa, kamu dapat menjalani puasa dengan lebih ikhlas sehingga tetap kuat menjalani puasa. 8. Kurangi aktivitas fisik Tips selanjutnya adalah mengurangi aktivitas fisik sebisa mungkin. Misal, jika sebelumnya kamu selalu jalan kaki saat ke kantor, mungkin sesekali bisa naik ojek online agar dapat menghemat energi. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan, tentu akan semakin menguras energi yang terbatas saat puasa. 9. Hindari cuaca panas Cuaca yang panas lebih cepat membuatmu dehidrasi. Jika sudah dehidrasi, tubuh tentunya akan lebih lemas dan cepat haus. Usahakanlah untuk berkegiatan di dalam ruangan dan pergi ke luar ruangan seperlunya saja. Selain itu, kamu juga bisa mencari ruangan yang lebih sejuk agar bisa berkegiatan dengan lebih nyaman. 10. Jangan berbaring seharian Betul, kamu memang perlu mengurangi aktivitas fisik yang terlalu berat saat puasa. Namun, bukan berarti bahwa berbaring seharian akan lebih baik untuk tubuh yang berpuasa, karena justru hal ini dapat mengurangi level energimu. Jadi, tetap lakukan beberapa aktivitas ringan yang dapat menjaga level energi tubuh, ya, seperti beres-beres kamar, ikut les online, dan lain sebagainya. Itu dia penjelasan singkat Glints mengenai beberapa cara yang bisa kamu ikuti guna menahan lapar saat bulan puasa. Rasa lapar pada hakikatnya dapat kamu tahan dengan berbagai macam cara, baik itu dengan berolahraga atau sekadar melakukan hobi. Yang pasti, ingatlah untuk tetap produktif di bulan suci ini. Sebab, menjaga produktivitas tak hanya membuatmu lupa akan rasa lapar, tetapi, juga bisa membuatmu lebih sehat secara fisik maupun psikis. Nah, selain pemaparan di atas, Glints punya tips-tips lain seputar puasa bulan Ramadan hanya untukmu. Semua tipsnya tersedia secara gratis, lho. Tinggal klik tombol di bawah ini dan pilih artikel yang sesuai dengan kebutuhanmu. Jangan sampai ketinggalan, ya! BACA ARTIKELNYA 8 Cara Menahan Lapar saat Puasa selama Bulan Ramadan 9 Ways to Stave Off Hunger When Fasting 7 Tips to Tackle Hunger and Fatigue in Ramadan

puasa bukan sekedar menahan lapar